Me & My Imagination

Tanpa imajinasi saya hanya barang mati, tanpa imajinasi dunia saya kecil

dengan imajinasi saya bisa terbang, melampaui diri, melampaui kini, melampaui disini

dengan imajinasi saya jadikan tiada menjadi ada

Ilmu pengetahuan adalah gudang penyimpan hasil imajinasi

Sedang imajinasi adalah mesin cetak ilmu pengetahuan

Sabtu, 18 Agustus 2012

Semangat Jihad Setelah Rhamadhan


Suara adzan magrib yang membawa kesan khusus. Ramainya orang yang berceloteh menyambut saat berbuka puasa Gaung do’a yang menerpa dinding rumah disaat bersahur. Nuansa taraweh yang memberikan kesan dalam khusyuknya berjemaa’ah, dan genangan air mata yang tumpah dalam kontemlasi ma’rifat yang dahsyat karena mengenang dosa. Sungguh sebuah diorama religi yang paling menyentuh setiap pribadi muslim.

Bulan yang memberikan berkah tak berbilang itu, kini mau berlalu, ah... betapa hamba rindu kami ingin berenang mengarungi samudera hikmah yang dibawamu wahai bulan penuh berkah. Adakah kami masih bisa berjumpa denganmu wahai bulan pengampunan?

Kenangan Rhamadhan membawa dampak unik bagi setiap peribadi yang berpuasa, menanamkan rasa optimisme luar biasa kepada setiap hamba untuk merengkuh sebelas bulan ke depan, seraya membawa panji-panji keyakinan yang semakin sarat dengan semangat tauhid. Ramadhan telah menggembleng diri kita semua, seakan-akan seluruh kaum musliniin dan muslimat menjadi santri dan pesantren alam yang maha akbar Penuh khusyuk, merindu dan syahdu! Lebih dari itu, Rhamadhan seharusnya membentuk pribadi kita sebagai mansuia yang tegar, merdeka dan sensitive akan rasa keadilan.

Setiap peribadi muslim yang telah mencicipi nikmatnya Ramadhan, pastilah terasa dalam butir-butir darahnya sebuah nilai kecintaannya yang mendalam akan harakah Islamiyah. Nilai perjuangan yang menghentak dan merebut seluruh nuraninya untuk tampil menyongsong masa depan sebagai syuhada ‘alan naass dan sekaligus memasuki barisan jundullah, barisan tentara Allah yang dengan gagah berani mampu menyatakan kebenaran dengan tuntas as the fighter of the truth!

Ramadhan bukan hanya sekedar bentangan serial dari perilaku ibadah formal, tetapi kita sangat yakin, bahwa Ramadhan telah mencelup diri kita dengan sibghah Ilahiyah, sehingga kita terlahir sebagai manusia yang baru dan mampu menyatakan keislaman kita secara aktual, memberi arti dan sekaligus mampu menjadi piibadi yang diperhitungkan sesuai misi hidupnya untuk memberikan citra rasa pada alam semesta, rahmatan lii alamin.

Setelah satu bulan digembleng dalam kawah candradimuka, maka kinilah saatnya untuk membuktikan kepiawaian diri masing-masing sebagai jundullah, barisan Allah yang mampu mengangkat tegak wajah batinnya untuk menegakkan kebenaran. Semangat yang lembek dan melempem telah tersingkir. Jiwa pengecut, kerdil dan banci telah mati dan terkubur, berganti dengan semangat samudera yang menggelegar menghempaskan seluruh perilaku kebatilan dan menggetarkan para kafirin yang mencoba menghujat dan menghinakan Islam.

Mana mungkin jiwa kita terpuruk dalam sikap pengecut, sedangkan musuh-musuh Islam terus bergentayangan di panggung dunia. Mana mungkin kita rela melepaskan generasi anak cucu kita pada budaya jahiliyah yang nista. Sedangkan Allah telah menunjuk kita semua sebagai ‘ibadur rahman, hamba Allah yang harus tampil sebagai pembela.

Wisuda Ramadhan.
Adalah Rasulullah telah menyatakan bahwa mereka yang berpuasa karena iman dan penuh tanggung jawab, akan diampuni dosa-dosanya, dan mereka kembali pada fitrah seperti bayi yang dilahirkan ibunya. Dengan. pernyataan ini, sesungguhnya para shoimin dan shoimat telah diwisuda sebagai manusia yang bersih, dan dadanya penuh dengan semangat Ilahiyah yang akan dimanifestasikaimya dalam semangat jihad.

Jihad adalah mahkotanya umat Islam. Dan selama umat Islam meninggalkan makna dan semangat jihad, maka pada dasarnya dia telah menistakan dan menghinakan dirinya sendiri, Naudzubillah. Mana mungkin kita melepaskan mahkota jihad, sedangkan firman Allah yang dinukilkan dalam surah Al Baqarah: 120, khususnya tentang kebencian orang-orang Yahudi tidak pernah akan terhapus. Belum lagi pupus ingatan kita akan kekejaman di Rohingya tragedi itu diulangi dan terus diulangi apabila umat Islam kehilangan semangat ukhuwah yang berdimensi mternasional untuk saling membela sesama saudaranya.

Darah akan terus mengalir.
Selama umat Islam tidak mengambil kembali ruh jihad dan menanggalkan mahkota dirinya sebagai mujahid jundullah, maka selama itu pulalah kita akan menyaksikan darah yang terus mengalir dan tubuh suci kaum muslimur dan muslimat. Orang-orang kafir yang dengan sistimatis membantai dan menghinakan sesama muslim di Rohingnya, kita saksikan dengan ketidak berdayaan. Seakan-akan kita terkesima dan kehilangan jalan buntu untuk menolongnya.

Seluruh kaum muslimin, bahkan para pemimpinnya sekalipun, apakah dia yang mengaku dari kelompok lain yang mengaku dirinya sebagai generasi penerus Islam, apakah kelompok Sunni yang melaungkan kecintaan kepada para sahabat, bahkan siapapun kaum muslimin yang mengaku non sekterian semuanya jalan di tempat seakan kehilangan arah untuk melawan kebatilan tersebut yang dengan sangat nyata membantai tubuh demi tubuh sesama saudaranya. Ketika Palestana dibantai, ketika Rohingnya dinista Konyolnya kita semua asyik terperangkap dalam diskusi-diskusi khilafiyah, soal furu dan mathhab yang tidak habis-habisnya. Astaghfirullah!

Apa makna takbir.
Ramadhan sebentar lagi berlalu, dan kita di tingkah suara takbir menyongsong kemanangan dalam syukuran Idul Fitri. Tetapi resapkanlah wahai saudaraku, setiap pembuka khotbah para khatib yang berdiri di panggung podium. Tuhan Maha Besar, Tiada Tuhan Kecuali Engkau, tiada sekutu bagi-Mu, yang akan menolong hamba-hambanya, para tentara Allah yang senantiasa ingin mensucikan agama Allah, walaupun ditentang orang-orang kafir sekalipun. Allahu Akbar...Allahu Akbar?

Sayang, do’a iftitah dalam khotbah para khatib itu tidak pernah sedikitpun dimengerti apalagi mampu menggedor dhamir suci kaum muslimin. Mereka melaksanakan shalat Idul Fitri tanpa membawa kesan jihad sedikitpun. Kalau Ramadhan tidak mampu membentuk semangat jihad. Kalau para khatib dan shalat Idul Fitri hanya sekedar seremonial tanpa goresan yang menyentuh gairah perjuangan. Lantas bahasa apa lagi yang harus kita pakai untuk menggugah hati kita semua.

Ya Allah, lahirkanlah di tengah-tengah kami seorang pemimpin yang mampu menggugah ummatmu untuk terjaga dan mimpinya yang panjang. 

Tidak ada komentar: