Me & My Imagination

Tanpa imajinasi saya hanya barang mati, tanpa imajinasi dunia saya kecil

dengan imajinasi saya bisa terbang, melampaui diri, melampaui kini, melampaui disini

dengan imajinasi saya jadikan tiada menjadi ada

Ilmu pengetahuan adalah gudang penyimpan hasil imajinasi

Sedang imajinasi adalah mesin cetak ilmu pengetahuan

Rabu, 04 Juli 2012

Mempersiapkan Diri Menyambut Rhamadhan


Tak terasa Ramadhan tiba.tiba saja hadir di hadapan kita. Kehadiran bulan mulia ini selalu menyapa kita dengan pesona yang berbeda-beda tiap tahunnya. Terkadang Ramadhan membuat kita merasa malu, alangkah bebalnya diri kita yang tidak bisa meraih ‘sesuatu’ dan kesempatan yang penuh berkah. Kita kadang-kadang sepenti kanak-kanak yang menunggui dan merindukan sesuatu, namun ketika sesuatu itu tampak dan hadir dalam jangkauannya, ia hanya bisa mempermainkannya, tidak tertarik lagi, tidak berarti, dan ia tidak bisa melihat nilai dan yang ditunggu itu.

Seperti itu juga kebanyakan kita. Siapa yang tidak rindu dengan Ramadhan, siapa yang tidak mengharapkan bulan suci ini datang, tapi ketika hadir, ia tidak bisa menghormati bulan ini, tidak bisa meraih kemulian yang akan diberikan bulan ini, malah lebih dahsyat menistakannya. Dalam riwayat disebutkan betapa banyak orang yang berpuasa di bulan Ramadahan tapi ia tidak mendapatkan apa-apa dan puasanya, Sebab orang itu berpuasa sekedar memenuhi kewajiban saja, dan ia melihat puasa sebagai beban syaniat bukan petunjuk syaniat.

Puasa bagi orang-orang seperti itu hanya menjadi semacam ritual belaka yang tidak mengandung maknawiyat dan tidak membangun menjadi manusia baru. Puasa bagi dirinya tidak mewariskan apapun. Padahal dalam sebuah hadis mi’raj disebutkan, “Wahai Tuhan apa itu yang diwariskan dan puasa?” Tuhan mengatakan puasa itu mewariskan hikmah mewariskan ma’rifat dan ma’rifat mewariskan prinsip, Kalau seorang hamba memiliki prinsip (keyakinan) ia tidak peduli apakah dalam keadaan menderita atau dalam kemudahan. Pernahkan kita mendapatkan hikmat, maknifat dan keyakinan dan bulan Ramadhan? ini tentu pertanyaan yang sulit dijawab lantanan paradigma kita tidak pernah berubah dalam memandang puasa Ramadhan. Dengan paradigma lama itu, maka hasil atau sesuatu yang kita raih, temukan dan serap juga tidak beranjak dan itu-itu juga. Panadigma lama kita biasanya mengajarkan bahwa puasa di bulan Ramadhan adalah kegiatan suci yang tidaklah sulit untuk mengilmuinya dan melaksanakannya, Ramadhan adalah rangkaian ibadah yang hanya menekankan pada aspek perut yaitu ketahanan lapar dan bukan ketahanan nafsu indra lahir dan batin. Elemen perut itulah yang menjadi fokus perhatian besar kita, sehingga ketika kita bisa menahan tidak makan dan fajar sampai magrib kita telah melaksanakan ganis besar atau inti dan puasa itu.

Kita tidak memandang hal-hal seperti pengendalian diri, pengekangan nafsu mata, telinga, hasud, dendam, tidak ikhlas, riya, syirik sebagai hal yang fundamental di bulan puasa tersebut. Manusia seperti itu akan bisa melaksanakan puasa perutnya, tapi dalam waktu yang sama ia tidak merasa salah mengobral mata dan memandang yang diharamkan syariat. Ia membiarkan hatinya dikerubuti penyakit-penyakit hati, melepaskan kendali indra-indra lainnya untuk berbuat sebebas mungkin. Ia tidak peduli apakah jiwanya dikuasai apapun, ia bukakan pintu-pintu jiwanya supaya disergap dan diserang segala kotoran. Ta tidak pernah menyadari kata-kata yang mengatakan, “Puasa jiwa atas kelezatan dunia, itulah puasa yang paling bermanfaat.”

Puasa Ramadhan tidaklah sekedar memotivasi muslim untuk menahan diri dan makan dan minum. Puasa Ramadhan tidak hanya menyuruh kita mempenhatikan aspek perut dan makanan saja, tapi ia juga melatih kita supaya bisa menahan, mengekang dan mengendalikan dan segala dorongan keinginan hawa nafsu. Bukankah tujuan dan puasa itu sendiri dalam surat al-Baqarah ayat 183 adalah bertakwa dan bukan sekedan membersihkan perut.

Lalu ilmu apa yang paling tepat untuk bisa memenuhi panggilan Tuhan ini?. Apakah ilmu secana formal tentang hukum-hukum puasa dan segalanya? ilmu formal sangat diperlukan tetapi itu hanya sebagian dan ilmu saja. seringkali manusia mengangap mudah memasuki Ramadhan ini tanpa pensiapan ilmu. Padahal ciri-ciri ilmu menurut Nabi dalam kitab at- Targhth wa Tathib adalah ‘rahmat tuhan atasnya semakin bertambah.’ Kalau kita memang memiliki ilmu maka rahmat tuhan akan semakin melimpah kepada kita. Tetapi bukan ilmu yang sekedar pengetahuan umum atau lawan dan ketidaktahuan, karena ilmu ini belum tentu mendatangkan rahmat tuhan, apalagi kalau niat dan tujuan dan ilmu itu hanya untuk kepentingan ego, nafsu dan hal-hal yang terlarang.

Ilmu yang dihajatkan untuk memasuki Ramadhan adalah ilmu yang melampaui pengetahuan tentang tata cara bagaimana sah melaksanan puasa secara formal. Ia adalah ilmu yang bisa menjaga pemiliknya untuk mengetahui bagaimana ia bisa melaksanan puasa ini sah secara spiritual, benar selaras dengan tujuan puasa itu sendiri. Ilmu seperti ini adalah pengetahuan dan tuhan, yang diserap oleh hati yang suci sehingga selalu abadi menempel dalam memori, hati dan tindakan.

Perhitungannya adalah antara dirinya dengan tuhan, bukan antara diri dengan jebakan-jebakan nafsu. Karena itu imam Shadiq mengatakan, ‘Ilmu itu disertai dengan amal, siapa yang berilmu, ia beramal dan siapa yang beramal ia berilmu,” Kalau ia berilmu tapi tidak beramal itu bukan ilmu, dan juga sebaliknya kalau ia beramal tapi tidak berilmu, ia tidak beramal,

Berikutnya yang menjadikan puasa Ramadhan menjadi acara biasa-biasa saja karena kita tidak sungguh-sungguh berpikir bahwa itu adalah sebuah kesempatan besar, momen langka yang tidak pernah datang dua kali. Tiap tahun Ramadhan membawa pesan baru dan kesempatan emas bagi manusia. Nabi saw mengatakan, “Kalau si hamba tahu apa yang ada dalam bulan itu ia ingin bulan itu lamanya setahun.” Salah satu tanda bahwa Ramadhan bukan bulan istimewa bagi kita ialah kita tidak mempersiapkan diri untuk memasukinya. Padahal banyak anjuran dan Nabi saw yang menyuruh kita memasuki bulan Ramadhan dengan meniti dulu bulan-bulan Rajab, Sya’ban dengan amalan-amalan khusus.

Biasanya satu,dua hari atau paling lama seminggu, kita baru mempersiapkan diri untuk memasuki bulan penuh berkah ini. Itupun hanyalah persiapan dan pengetahuan tentang awal bulan Ramadhan dan akhirnya. Rasulullah saw pernah berkhutbah, “Wahai manusia telah menjemput kalian bulan Allah yang mengandung keberkatan, rahmat dan magfirah. Bulan itu bagi Allah adalah bulan yang paling utama, hari-harinya paling bernilai, malam-malamnya paling bernilai, waktu-waktunya paling bernilai, di bulan itu kalian diundang ke jamuan Allah dan kalian dijadikan kehormatan Allah, napas-napas kalian tasbih, tidur kalian ibadah dan amal-amal kalian diterima dan doa kalian dikabulkan.”

Sungguh Tuhan telah menarik hati hamba-hambanya agar memperhatikan dan mengapresiasi bulan suci rhamadhan tersebut dengan segala daya tarik maknawi dan pahala. Tetapi mengapa pula manusia tetap acuh tak acuk dan tak pernah melihat pesan misterius dan Tuhan. Padahal bulan ini bisa merevolusi manusia; bulan mi bisa membangun kehidupan baru kita; bulan mi bisa mengubah kim; bulan ini bisa membahagian kita; bulan ini bisa menyelamatkan perahu kehidupan kita; bulan ini bisa menjadi kesempatan untuk memperbaiki diri, menambal kesalahan; kegagalan dan menghidupkan kembali manusia dengan kehidupan yang sebenarnya.

Tuhan tahu bahwa dalam setahun sekali manusia perlu melihat ke dalam. Perlu mengevaluasi perjalanan hidup. Perlu melihat dengan cermat, cerah dan jernih memandang segala romantika hidup. Sebelas bulan Tuhan membebaskan kita untuk bergumul dengan kehidupan, maka sediakanlah waktu dalam sebulan untuk mengisi ruhani dengan amal-amal saleh di bulan suci ini. Manusia memerlukan persiapan mental dan spiritual untuk memasuki kehidupan 11 bulan pertahunnya dan itu disediakan oleh bulan Ramadhan. Sesungguhnya bulan Ramadhan adalah bulan penggodokan mental dan spiritual. Walaupun temponya singkat, sebulan, tapi kalau berkualitas ia bisa meningkatkan spiritual manusianya menjadi bertakwa.

Kita tahu, salah satu modal besar untuk memasuki kehidupan adalah takwa. Tuhan tidak berdusta dengan firmannya bahwa puasa itu supaya kalian menjadi manusia bertakwa. Takwa menurut imam Ali adalah puncak akhlak. Jadi bagi yang bertakwa tidak lagi memiliki masalah dengan akhlaknya dan seorang yang bertakwa sudah pasti akhlaknya baik. Dalam kesempatan lain dikatakan bahwa, “Siapa yang bertakwa, Allah akan menjaganya.”

Akhirnya, ujung dan puasa di bulan Ramadhan adalah suatu hasil, nilai atau pencapaian suatu posisi yang sangat luhur. Untuk meraih itu jelas tidak bisa dengan usaha ala kadar atau usaha seadanya. Hasil itu adalah konsekuensi dan amal-amal lahir-batin, jiwa dan raga, maksimalitas dan kedisiplinan syariat yang utuh. Sebuah hasil dan nilai yang besar tentu memerlukan kerja besar, nilai yang terkandung dalam takwa itu sungguh tak ternilai harganya. Dalam kitab Ghurar a1-Hikam disebutkan bahwa, “Takwa kepada Allah itu adalah ohat bagi penyakit hati kalian; mata bagi hati-hati kalian yang buta, penawar bagi penyakit jasad-jasad kalian; penyembuh bagi keruwetan dada kalian; pembersih bagi kekotoran jiwa kalian; dan penerang bagi kegelapan mata hati kalian.

Tidak ada komentar: