Anda sudah membaca Laskar Pelangi, novel karangan
Andrea Hirata? Salah satu contoh the
inspiring teachers akan Anda temukan di novel best seller ini.
Mengapa? Karena menurut pengakuan sang penulisnya, novel ini ditulis untuk sang
guru tercinta. Karena guru tersebut mampu mentransfer tidak saja ilmu-ilmu akademik tapi
juga ilmu kehidupan. Karena guru tersebut mampu memuaskan tidak saja dahaga
anak akan ilmu pengetahuan tapi juga cinta dan kasih sayang, membasahi
syaraf-syaraf otak, rasa dan ruhaninya. Karena guru tersebut mendedikasikan
dirinya tanpa pamrih, meletakkan pondasi bagi tumbuhnya mimpi-mimpi dan
memberikan kekuatan untuk meraihnya. Karena
guru tersebut telah menginspirasi hidupnya.
Lalu bagaimana dengan kita? Sudah mampukah diri
kita menjadi inspirasi anak didik kita? Ada dua kata kunci untuk menjawab
pertanyaan itu. Pertama, kompetensi. Bagaimana guru bisa menginspirasi
anak didiknya jika kompetensinya masih dipertanyakan? Guru harus mengoptimalkan
kompetensinya, baik itu kompetensi akademik maupun pedagogiknya.
Salah satu cara untuk mengoptimalkan kompetensi
guru adalah belajar. Guru harus menjadi manusia pembelajar, penganut paham long
life education. Dengan demikian, ilmunya tidak akan stagnan. Ia akan
berkembang seiring perkembangan waktu dan akan selalu up to date. Selain
itu, guru harus benar-benar memahami realitas individual difference
setiap anak didiknya. Bahwa setiap anak itu unik, masing-masing mereka
mempunyai kemampuan yang berbeda baik itu kemampuan fisik, mental, intelektual,
dan spiritual sehingga cara guru berinteraksi dengan mereka pun harusnya
berbeda. Kompetensi seperti ini juga harus diasah, ia tidak boleh berhenti
ketika kita, guru telah menyelesaikan pendidikan kita.
Pemerintah sendiri telah menggencarkan program
sertifikasi untuk meningkatkan kompetensi guru. Sayangnya, masih banyak di
antara kita, guru-guru yang menganggap program ini hanya berkaitan dengan uang,
tunjangan, sehingga berlomba-lomba mengumpulkan sertifikat dan bukan ilmu yang diperoleh
dalam sebuah kegiatan.
Maka tidak heran jika kemudian sertifikat menjadi
komoditi bagi orang-orang yang membaca peluang. Seminar sertifikasi pun
menjamur dengan pengelolaan yang tidak profesional, kasus jual beli sertifikat,
dan sertifikat palsu untuk menyebut beberapa. Padahal, esensi sebenarnya
program ini begitu mulia, yakni bagaimana meningkatkan kompetensi guru sehingga
berimbas pada peningkatan kualitas pendidikan di negara kita.
Kedua, komitmen. Selain berkompetensi
optimal, guru dituntut memiliki komitmen yang tinggi terhadap pendidikan.
Seorang guru bukan hanya pengajar tapi ia juga pendidik. Ia tidak hanya
mentransfer ilmu tapi juga nilai-nilai. Justru transformasi nilai inilah bagian
terpenting dalam pendidikan. Ia akan dibawa anak sampai dewasa. Bahkan ketika
ia menjadi pemimpin, ia akan membawa nilai-nilai yang diwariskan sang guru pada
mereka.
Bagaimana guru mengubah prilaku anak dari yang
tidak tahu menjadi tahu. dari yang berprilaku buruk menjadi lebih baik, untuk
menyebut beberapa. Maka dibutuhkan jiwa yang benar-benar memahami arti
pendidikan itu sendiri, ikhlas tanpa batas. Jadi, setiap tutur kata yang keluar
dari lisannya adalah mutiara, dan setiap tindak-tanduknya adalah teladan. Guru
seperti inilah yang mampu menginspirasi siswanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar