Me & My Imagination

Tanpa imajinasi saya hanya barang mati, tanpa imajinasi dunia saya kecil

dengan imajinasi saya bisa terbang, melampaui diri, melampaui kini, melampaui disini

dengan imajinasi saya jadikan tiada menjadi ada

Ilmu pengetahuan adalah gudang penyimpan hasil imajinasi

Sedang imajinasi adalah mesin cetak ilmu pengetahuan

Sabtu, 09 Juni 2012

Memahami Orang Lain Sebagaimana Apa Adanya


Takala berteman, baik dengan sesama saudara, tetangga dekat, teman sekantor, teman kuliah, atau seorganisasi dan lain-lain, kita berharap mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. Kita berkeinginan agar teman-teman tersebut berpikir, berbicara, berperilaku, dan berpenampilan, sesuai dengan yang kita inginkan. Kita tidak suka jika teman-teman itu menampakkan perilaku semaunya sendiri. Bahkan lebih menjengkelkan jika perilaku mereka tampak bertentangan dengan kemauan kita.

Saling memaksa orang lain agar berperilaku sebagaimana yang diinginkan, biasanya akan melahirkan saling tidak menyukai dan bahkan menjadi sumber konflik. Itulah sebabnya, agar merasa tidak dipaksa, maka orang biasanya suka berkumpul dengan orang-orang yang memiliki kemiripan dan lebih senang lagi jika saling menyandang kesamaan. Kehidupan kelompok biasanya bertahan lama, jika di antara mereka ada kesamaan itu. Dengan kesamaan itu mereka akan merasa tidak saling terganggu.

Namun dalam kenyataannya, kesamaan itu tidak selalu mudah diperoleh. Seseorang misalnya, harus bekerja di kantor atau instuitusi bersama berbagai orang yang memiliki latar belakang yang beraneka ragam. Sudah barang tentu mereka tidak akan mungkin bisa dipaksa agar menyesuaikan diri dengan keinginan semua teman yang ada di kantor itu. Jika demikian, alangkah sulitnya seseorang yang harus menyesuaikan dengan berbagai orang, apalagi misalnya jumlahnya yang sekian banyak. Beradaptasi dengan berbagai macam orang, tidak semua sanggup.

Menghadapi persoalan itu, cara yang terbaik adalah menerima berbagai macam perilaku teman yang banyak itu sebagaimana adanya. Perilaku yang tidak terlalu disukai itu, seharusnya diterima apa adanya, asalkan tidak sampai pada taraf menganggu kerja kantor, organisasi, atau lainnya. Justru perbedaan itu, adalah sebagai keuntungan tersendiri. Kesamaan memang mendatangkan kebahagiaan, tetapi tidak selalu menguntungkan.

Namun sayangnya tidak semua orang bisa menerima orang lain dengan apa adanya. Biasanya orang menginginkan orang lain berperilaku sebagaimana seharusnya. Lebih-lebih yang dimaksudkan itu adalah seharusnya menurut kita. Harapan itu tentu amat sulit terpenuhi. Sebab, orang lain juga menuntut hal sama, berharap kepada kita agar berperilaku sebagaimana yang dikehendakinya. Kesadaran untuk bisa menerima orang lain apa adanya itu, adalah merupakan kunci untuk membangun kebersamaan.

Manusia sering disebut sebagai makiuk yang unik. Artinya setiap manusia memiliki karakter, watak, dan perilaku yang berbeda-beda, dan masing-masing bersifat khas. Tidak pernah ada orang yang memiliki karakter secara persis sama dengan orang lain. Bahkan DNA orang lahir kembar pun sekalipun berwajah mirip, di antaranya masih bisa dibedakan, apalagi watak, karakter atau perilaku yang dimiliki oleh masing-masing.

Sehubungan dengan sifatnya yang unik itu, maka mengenal banyak orang tidak mudah dilakukan, sehingga diperlukan waktu dan kesempatan untuk saling belajar. Atas dasar pandangan inilah maka hidup bersama, semacam di asrama, atau di pesantren menjadi penting. Dan pengalaman hidup di asrama atau di pesantren itu masing-masing orang bisa belajar tentang watak, perilaku, dan karakter mereka antara satu dengan lainnya.

Relevan dengan persoalan itu, saya pernah mendapatkan penjelasan dan seorang guru, bahwa sengaja para santrinya ditempatkan secara bersama-sama dalam satu tempat, dengan maksud agar mereka saling belajar mengenal berbagai hal dan masing-masing teman sesama siswa atau santri. Guru tersebut memberi penjelasan bahwa, jika seorang siswa atau santri hidup bersama 10 orang siswa atau santri lainnya, berarti dia akan belajar tentang 10 orang itu. Guru itu menambahkan bahwa, dengan cara itu ia berharap, setelah terjun ke tengah-tengah masyarakat dan harus bergaul dengan berbagai-bagai jenis orang yang jumlahnya lebih banyak lagi, para siswa atau santri akan menjadi lebih siap.

Pergaulan di bidang apapun, selalu diwarnai oleh adanya orang-orang yang memiliki karakter, watak dan perilaku yang berbeda-beda itu. Mendapatkan orang yang selalu sama dengan kemauan kita merupakan hal yang mustahil. Selain itu, sebagaimana watak dan karaktemya, setiap orang juga pada suatu saat mengalami perubahan-perubahan yang bisa jadi kurang menyenangkan. Hal-hal sederhana ini jika tidak berhasil disikapi secara arif dan bijak akan menjadi sebab runtuhnya hubungan-hubungan yang seharusnya dijaga secara terus menerus.

Untuk menjaga hubungan baik itu, kunci yang harus dipegang oleh masing-masing pihak adalah adanya kesediaan saling menerima orang lain sebagai apa adanya dan juga seutuhnya. Watak, perilaku dan karakter seseorang, oleh karena tuntutan lingkungan dan perjalanan waktu misalnya, bisa berubah-ubah. Contoh sederhana, suatu saat teman sekantor mengeluh, gelisah, dan bahkan marah. Keadaan seperti itti seharusnya diterima sebagai apa adanya. Kesediaan memahami dan menerima teman, kolega, sahabat sebagaimana apa adanya, merupakan kunci keberhasilan membangun kebersamaan, baik untuk kepentingan keluarga, institusi, organisasi, bahkan juga dalam skala besar, semisal di pemerintahan atau bahkan juga di lembaga politik.

Tidak ada komentar: