saya teringat fenomena kecil
tetapi sangat menarik, yaitu bagaimana penggembala bebek memandang jenis
kekayaannya yang sebenarnya. Pengembala bebek, biasanya sedemikian sayang pada
binatang piaraannya itu. Jika sedikit saja mereka keliru dalam memberikan
perlakuan pada bebeknya, maka jumlah telor yang didapat pada hari berikutnya
akan berkurang. Oleh karena itu, penggembala bebek selalu tampak lebih
mencintai piaraannya itu daripada terhadap dirinya sendiri.
Penghasilan pengembala bebek
secara nil adalah berupa sejumlah telor yang didapat setiap hari. Semakin
banyak telor yang didapat, mereka semakin bahagia. Tetapi, pengembala bebek
sadar betul bahwa kekayaan mereka itu bukan telornya itu, melainkan adalah
bebeknya. Oleh karena itu, orang tatkala bertanya kepada pengembala bebek,
bukan menanyakan jumlah telor yang didapat setiap hari, melainkan jumlah bebek
yang dimiliki. Katakanlah misalnya, seorang pengembala bebek setelah diketahui
memiliki 100 ekor, lalu berikutnya akan ditanya, berapa jumlah telor yang
didapat pada setiap hari. Penanya tidak terbalik, menanyai jumlah telornya baru
kemudian jumlah bebeknya. Urut-urutan pertanyaan seperti ini menggambarkan
bahwa kekayaan sesungguhnya bukan telor, melainkan bebeknya itu.
Gambaran ini membawa imajinasi
saya pada keadaan bangsa atau juga organisasm social apapun, tidak terkecuali
organisasi social keagamaan. Keadaan negeri seperti ini sekalipun kaya sumber
daya alam, tetapi secara ekonomi masih kalah dengan negara maju lainnya. Hal
itu disebabkan oleh lemahnya SDM yang dimiliki. Begitu juga banyak organisasi
social, tidak mengalami kemajuan, disebabkan oleh SDM nya yang terbatas, baik
kuantitas maupun kualitasnya. Saya lalu berpikir, penggembala bebek saja,
memahami apa sesungguhnya kekayaan nyata yang harus dipelihara, bukan telornya,
melainkan bebeknya. Mestinya, organisasi besar maupun kecil, agar mengalami
kemajuan, maka SDM nya yang harus dipelihana dan ditingkatkan kualitasnya,
bukan hanya hasil-hasil karya SDM itu. Seringkali kita lebih menempatkan harta
atau kekayaan di atas nilai SDM nya. Kita mau membela harta sekalipun harus
mengorbankan SDM. Padahal semestinya kita tidak boleh kalah dengan cara
berpikir penggembala bebek. Mereka merawat bebeknya di atas segala-galanya,
termasuk sebatas telornya. Islam ternyata juga memerintahkan agar factor
manusia lebih dimuliakan daripada lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar