Manusia selalu memiliki sifat
ingin disebut sebagai orang baik. Namun, keinginannya itu tidak selalu berhasil
diraih. Mereka bisa saja sengaja melakukan kesalahan atau bahkan perbuatan
tercela. Tetapi aneh, keburukannya tidak mau diketahui orang, sekalipun tatkala
menjalankannya juga tahu bahwa apa yang dilakukan itu adalah jelek, tercela,
merugikan dirinya dan juga orang lain. Orang yang suka berbuat jelek pun ingin
disebut baik agar supaya perbuatan buruk dan tercela itu tidak diketahui orang
lain, maka mereka simpan atau rahasiakan rapat-rapat. Penampilannya saja baik,
tetapi yang sebenarnya terjadi adalah justru di balik yang tampak itu. Banyak
orang melakukan sesuatu hanya sebatas seolah-olah, seperti, atau seakan-akan.
Yaitu seolah-olah berbuat baik agar disenangi oleh banyak orang. Padahal, yang
terjadi sesungguhnya adalah baru seolah-olah itu.
Manusia juga tahu, bahwa apa yang
tampak, belum tentu menggambarkan apa yang sesungguhnya terjadi. Karena itulah
maka muncul istilah orang jujur, lugu, dan apa adanya. Sebaliknya, ada istilah
tidak jujur, penuh rekayasa, dan atau dibuat-buat. Banyak sekali penampilan
manusia yang dibuat-buat, agar kelihatan bagus dan cantik. Para
ibu-ibu dan juga tidak sedikit bapak-bapak datang ke salon, agar kelihatan
cantik atau tampan. Lagi-lagi kemudian tampak, seolah-olah cantik atau
seolah-olah tampan.
Namun, memang ada saja orang yang
lebih suka menampakkan keasliannya. Mereka menampakkan diri apa adanya, tidak
dilebih-lebihkan dan juga tidak dikurangi. Tampil apa adanya merasa lebih enak,
dan hatinya menjadi tentram. Orang seperti itu, jumlahnya tidak banyak, apalagi
di perkotaan. Mereka yang berpenampilan seperti itu, umumnya ada di pedesaan.
Karena itulah, orang desa seringkali disebut lugu, polos, karena menampakkan diri
serba apa adanya.
Semakin maju budaya seseorang,
tampaknya semakin pintar menyembunyikan wajah yang sebenarnya. Kehidupan
seseorang akhirnya menjadi semacam sandiwara. Apa yang tampak sesungguhnya
bukan senyatanya. Justru yang nyata adalah yang tersembunyi itu. Semua serba
berpura-pura. Akibatnya dalam berinteraksi antar sesama, masing-masing orang
tidak merasa melakukan sesuatu hal yang sebenarnya, melainkan selalu dalam
kepura-puraan. Akhirnya, hidup ini hanya dijalani dengan kepura-puraan.
Berbagai macam Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme yang akhir-akhir ini dijadikan musuh bersama di negeri ini,
sesungguhnya tidak lain adalah diawali oleh kehidupan kepura-puraan itu. Orang
melakukan sesuatu, bukan didasari oleh niat atau rumusan-rumusan yang
sebenarnya, melainkan dimaksudkan untuk memenuhi agenda tersembunyi. Agenda
sesungguhnya, tentu tidak diungkap, melainkan dibungkus, karena belum tentu
dipandang baik dan menguntungkan semua orang.
Sedemikian pintarnya orang menyembunyikan
maksud-maksud yang sebenarnya, sehingga kadang orang lain tidak memahaminya.
Orang melakukan sesuatu secara mendua, yaitu antara apa yang ditampakkan dengan
apa yang sesungguhnya diagendakan sedemikian jauh jaraknya. Maka, seringkali
apa yang kita temukan serba palsu. Padahal kepalsuan selalu menjadi sebab utama
runtuhnya kehidupan dan bahkan peradaban umat manusia, di mana dan kapan pun
saja.
Manusia menyukai kepura-puraan,
atau berbuat bohong, dan palsu. Padahal sesungguhnya semua orang tahu, bahwa
siapapun benci diperlakukan tidak pada tempatnya itu. Kebohongan tidak bisa
dilakukan sepanjang waktu, suatu saat akan terbongkar. Rupanya, sifat manusia
pada umumnya, merasa nikmat atau puas apabila bisa berbuat bohong. Dengan
berbohong, berpura-pura, seolah-olah, seakan-akan, maka menganggap tujuan yang
diinginkan cepat tercapai.
Namun sebenarnya, hal yang harus
disadari, bahwa siapapun hanya bisa membohongi sesama manusia dan itupun dalam
waktu yang terbatas. Bagaimanapun pintarnya, hebatnya, lihainya, manusia tidak
akan bisa berbohong secara terus menerus, apalagi membohongi Dzat Yang
Pencipta. Karena, Allah adalah Dzat Yang Maha Tahu, baik yang tampak maupun
yang tersembunyi. Tidak akan ada rahasia sekecil apapun yang luput dan
pengetahuan Tuhan. Karena itu, apapun yang kita rahasiakan, pada suatu saat
akan terbongkar.
Kebohongan akan merugikan diri
sendiri dan masyarakat. Berbohong tidak akan bisa dilakukan terus menerus.
Orang mengira, bahwa kebohongannya tidak akan diketahui oleh siapapun. Tetapi
ternyata, serapat-rapat orang menyimpan kejahatan, cepat atau lambat akan
terbongkar. Berbagai kasus yang menimpa para oknum pejabat akhir-akhir ini,
mereka melakukan kebohongan, ternyata sebagian sudah mulai dibuka oleh Allah
melalui berbagai pintu. Akhirnya, mereka di adili, dan akibatnya harkat dan
martabatnya jatuh serendah-rendahnya. Orang menyukai berbuat bohong,
berpura-pura dan palsu. Andaikan bisa, rupanya Tuhan pun akan dibohongi pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar